Ketika KH Basori Alwi Menjawab Asal Muasal Ide Metode Tartil Al-Quran.
Kyai Basori alwi itu sangat mengagumi Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki, seorang ulama ahli hadis di kota suci Makkah. Sampai-sampai salah satu putranya yang bernama Lutfie Basori pernah nyantri dan dititipkan di Makkah selama beberapa tahun lamanya. Suatu ketika, saat Sayyid Muhammad mukim di Malang, Kyai Basori rutin ngaji bersama dengan santri-santrinya. Rupanya, Sayyid Muhammad mampu menerawang (kassaf) kesehatan Kyai Basori Alawi.
Lalu Sayyid Muhammad bertanya “Kamu sakit ya?
Kyai Basori menjawab “Iya, saya sakit gula (diabetes)”.
Kemudian Sayyid Muhammad menyarankan kepada Kyai Basori agar diet, berobat, dan juga olahraga. Itu bagian dari ihtiyar. Tetapi kemudian Sayyid Muhammad mengatakan sesuatu yang sangat luar biasa ”kalau sakit jangan di rasakne, agar tidak sakit dua-duanya (ruhani dan jasmani)”. Sejak mendengar petuah dari Abuya Sayyid Muhammad, Kyai Basori tidak pernah memperdulikan sakitnya. Beliau tetap beraktifitas seperti orang sehat, bahkan beliau berulang-ulang haji dan umrah, serta ke luar Negeri. Dakwah di dalam negeri-pun tidak pernah dilewatkan. Itulah ulama sejati, pejuang Ahlussunah Waljamaah, yang tidak pernah kenal lelah.
Di sela-sela perbincanganya masalah sakit, tiba-tiba Gus Israqun Najah mengatakan “disamping itu membaca ayatus syifa”. Kemudian Kyai Basori-pun menjawab “kalau itu tidak pernah berhenti, khususnya pada sujud terahir. Khususnya ketika sholat sunnah”. Kemudian Gus Israqun Najah meminta kepada Kyai Bahari Alwi agar ayat syifa’ di ijazahkan kepadanya, sekaligus akan di amalkan kepada rekan-rekan pengurus NU. Tentu saja, dengan tujuan agar supaya para pengurus NU kota Malang selalu sehat di dalam melaksanakan tugasnya. Bahkan Kyai Hamzawi meminta kepada Kyai Basari mendoakan para penggurus NU tidak menjadi urusan”.
Kyai Basori sempat mengungkap Miracle Of Ayatu Sifa’, dimana seorang dokter dari Surabaya meminta kepada Kyai Basori Alwi agar supaya galon air ditulisi ayat-ayat syifa’. Karena memang air yang dibacakan ayat-ayat sifa’ benar-benar memberikan dampak positif dan bisa menjadi obat bagi orang yang sedang sakit. Apalagi, ini pernah diteliti oleh seorang professor Masaro Hasimoto Jepang.
Kyai Basori itu seorang ulama yang konsen di bidang Al-Quran dan pengajaranya. Tidaklah berlebihan jika beliau disebut pakar Al-Quran. Baginya, hidupnya di gunakan untuk mengajarkan Al-Quran dan membumikannya di bumi Nusantara, bahkan dunia. Beliau juga seorang qari’ Internasional. Beliau satu-satunya Begawan Al-Quran dan tilawah dari Malang. Beliau seorang Qori, pada waktu yang sama beliau kadang menjadi seorang juri. Beliau juga pernah tampil di berbagai Negara Timur Tenggah dan Afrika, seperti; Arab Saudi, Pakistan, Irak, Iran, Siria, Lebanon, Mesir, Palestina, Aljazair dan Libya). Saat berkunjung ke Saudi, kami berkesempatan melakukan ibadah haji, yaitu usai G30 SPKI, pada tahun 1965 M.
Sebuah pesan menarik dari Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki seputar masalah santri (tolibul ilmu).
Abuya Sayyid Muhammad berkata :
لا زلت إلى الآن أبحث على من يعلمنى
yang artinya “ Hingga sekarang , aku tetap mencari orang yang mau mengajariku ilmu agama . Barangkali ini sangat tepat jika disematkan kepada Kyai Basori Alwi yang sangat rajin nyantri kepada para ulama-ulama Ahlussunah Waljamaah di bumi Nusantara.
Semasa menjadi santri, Basori Alwi rajin ngluru ngelmu agama dan Al-Quran, kepada Kyai Muhith, seorang penghafal Al-Qur'an dari Pesantren Sidogiri (Pasuruan), Kyai Abdus Salam, Kyai Yasin Thoyyib (Singosari), Kyai Dasuqi (Singosari) dan Kyai Abdul Rosyid (Palembang). Sewaktu tinggal di Solo pada tahun 1946-1949, beliau belajar di Madrasah Aliyah dan mondok di Ponpes Salafiyah Solo. Ketika sudah berkeluarga dan tinggal di Gresik, ngaji dan mendalami Al-Quran kepada Kyai Abdul Karim. Beliau juga nyantri lagu-lagu Al-Quran (tilawatil quran) kepada Kyai Damanhuri (Malang) dan Kiai Raden Salimin (Yogya). Ketika di Makkah, beliau nyantri kepada Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki yang di anggabnya sebagai seorang “kassaf”.
Kyai yang hebat itu sampai kapanpun bangga menjadi santri, walaupun ilmunya sundul langit. Selamanya, seorang Kyai akan merasa menjadi santri dan memulyakan guru dan putra-putri gurunya sampai kapanpun. Itulah uniknya seorang santri, menarik, sampai kapanpun dan dimanapun, serta dalam kondisi apapun. Santri boleh menjadi presiden, dosen, dokter, politisi, penggusaha, menteri, jenderal. Mereka tetap akan bangga menjadi seorang santri, begitulah Kyai basori Alwi seorang santri yang sekarang menjadi guru besar ilmu Al-Quran di Nusantara.
Santri itu bisa hidup dalam kondisi rumit, bahkan dalam kondisi perang-pun, mereka tetap tidak pernah berhenti belajar dan mengajarkan agama. Malang kota santri, sebagian besar Kyai yang menyebar diseluruh Malang raya pernah menjadi santri di salah satu pesantren atau kampus di Kota Malang. Oleh karena itulah kaum santri itu selalu memakai sarung, sekaligus menjadi filsafat hidupnya bisa longer dan begerak kemanapun di dalam membumikan nilai-nilai agama dan ajaran Rosulullah Shalallahu Alaihi Wasallam.
Saat ini KH Bashari Alwi usianya sudah 91 tahun. Tetapi, beliau tetap istiqomah di dalam mengajari membaca Al-Quran dan juga mengajari manasik haji dan umrah di masjid Agung Jamik Kota Malang. Beliau memang sakit, tetapi tidak pernah terlihat sakit. Semangatnya jauh lebih besar melebihi sakitnya. Bahkan, setiap harinya beliau masih menerima ratusan tamu dengan santun dan ramah di kediamanya. Ini bagian dari sunnah Rosulullah “ikram al-dhoif”.
Ketika masih muda, beliau pernah ikut berjuang melawan ganasnya penjajahan Belanda. Dalam banyak tulisan, beliau ternyata pernah berjalan kaki dari Jogja ke Malang. Ini bukan seperti nadzarnya Amin Rais berjalan dari Jakarta-Jogja lho ya. Tetapi, perjanalan seorang ulama yang berjuang melawan penjajahan Belanda yang ingin merusak ketentraman umat islam.
Methode Tartil Kyai Basori Alwi
Kyai Basori semalam (14/07/2016) mendapat pertanyaan dari Gus Mujab “Yai, bagaimana awal mula ide munculnya metodeh tartil Al-Quran”?
Mendengar pertantaan itu, dengan rendah hati, Yai Basari Alwi menerangkan seputar proses tartil Al-Quran itu.
Waktu saya menjadi Takmir Masjid Agung Jami' - Kota Malang, beliau pernah mentashih 17 para Imam dan Khotib Masjid Jami'. Caranya mengadakan tadarusan bersama sebagaimana yang telah disepakati. Tadarusan pertama semua datang. Minggu kedua tinggal separuh. Minggu berikutnya tinggal seperempat. Minggu berikutnya habis.
Tetapi, justru yang ngaji orang-orang yang bekerja di Masjid, seperti tukang sapu dan ngansu. Justru itu menjadi cikal bakal pengajian rutin Kyai Bashari di Masjid Jami' hingga sekarang. Kyai Basori mengungkapkan “kalau saya tinggal, maka saya berdosa kepada Allah SWT, karena mereka ingin mengaji Al-Quran”.
Metode Tartil itu berasal dari santri-santri sendiri yang telah diajarkan oleh Kyai Basori Alwi. Tetapi, Kyai Bashorilah yang mencetuskannya. Beliau melakukan itu karena jumlah santri yang diajar telalu banyak. Di Banyuwangi misalnya, setiap bulan ada sekitar 500 orang. Maka, metode tartil itu akhirnya di rekam dan di ulang-ulang. Dengan tujuan agar supaya memudahkan bagi orang yang sedang belajar al-Quran. Pada pertemua berikutnya, Kyai Basori Alwi tinggal men-tashih mereka yang sudah membaca dan belajar Al-Quran melalui kaset yang dibagikan.
Nah, rupanya diam-diam, Kyai Basori Alwi meminta kepada petugas di majid Jami' agar merekam setiap bacaan imamnya. Kemudian setiap saat, di dalam mobil Kyai Basori mendengarkan bacaan yang telah direkam dengan seksama. Ternyata, kesalahan yang selama ini terlihat (jahar) mulai berubah menjadi khofi (samar). Dengan demikian, metode tartil diteruskan. Sebagai seorang qori yang menguasai ilmu Al-Quran, Kyai Basori Alwi risih ketika menjadi makmum, apalagi sang imam bacaanya ada yang kurang tepat.
Ketika merasa model tartilnya itu banyak manfaatnya, maka Kyai Bashori Alwi merekam metode ngaji tartilnya untuk di bagi-bagikan. Bahkan, ketika di Bayuwangi mencetak jumlah banyak, dan para jamaah yang belajar tingga menganti biaya kasetnya. Kemudian setelah diajarkan di Bayuwangi.
Kemudian Dr. Mujab bertanya lebih lanjut bertanya kepada Kyai Basari Alwi seputar ide itu tersebut “bagaimana asal muasal ide itu muncul?
Dengan rendah hati, Kyai bashori menjawab “saya tidak mengerti”. Rupanya, inilah yang disebut dengan “karamah” seorang ulama. Dengan keihlasannya, Allah SWT memunculkan karomahnya tanpa mengerti asal muasalnya, terkait dengan cara mengajarkan Al-Quran kepada santri-santrinya.
Teringat sebuah kisah seorang sufi yang istiqomah membaca wiridan, ahirnya melahirkan karamahnya. Padahal, dia tidak pernah meminta karamah itu. Berbeda dengan orang yang membaca wiridan atau mengamalkan sesuatu dengan tujuan ingin mendapatkan imbalan atau mendapatkan karamah. Biasanya, justru orang yang ikhlas itulah yang mendapatkan karamah dari Allah SWT, dan tidak pernah merasa bahwa itu buah dari ke-istiqomahan dan ihlasannya.
Siapapun yang mengamalkan amalan dengan benar, istiqomah dan ihlas, suatu ketika amalan itu mengeluarkan waridad (aura). Rupanya, Kyai Basari Alawi yang mengajarkan Al-Quran dengan istiqomah dan ikhlas akhirnya melahirkan waridad (aura). Waridad dalam bahasa jawa dikatakan “yoni” dalam istilah yang lebih keren “miracle”. Jadi, jika saat ini santri-santri PIQ (Pesantren Ilmu Al-Quran) yang menyebar ke seluruh Nusantara, bahkan Yaman, Malaysia, banyak yang berhasil baik sebagai seorang dosen, dokter, pengusaha, pengajar, dan sudah menjadi Kyai, adalah buah dari istiqomahnya dan ke-ikhlsan sang Begawan Al-Quran dari Malang, yaitu Kyau Basori Alawi di dalam membumikan Al-Quran karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Semua itu tidak akan ditemukan di dalam dunia akadmis (kampus). Justru, di kampus itu mengajarkan sesuatu yang empris, logis, sementara di dalam dunia santri yang di ajarkan kadang moral, ketawadu'-an, serta nilai-nilai tawakkal dan sabar di dalam mencari ilmu. Sehingga seringkali di kampus itu tidak lebih urusan ijasah dan legalitas semata. Sementara yang mengatarkan keberhasilan adalah nilai-nilai yang diajarkan oleh seorang Kyai di pesantren. (Abdul Adzim, Malang, 14/06/2016)
Sumber: FB. Ahmed Azzimi
Belum ada tanggapan untuk "Istiqomah Melahirkan Karomah "
Post a Comment
Berkomentarlah dengan baik dan sopan. Terima Kasih